Friday, June 17, 2011

Layang-layang Nenek Moyang

Sebuah layang-layang, melayang sumbang di langit senja yang beranjak mengelam. Sisakan kenang atas nenek moyang yang tak bosan wariskan wejang.

Tersimpuh jatuh, nyangkut di genteng loteng, berbahan seng yang penuh dengan lubang karena karat yang melumat.

Sedepa benang gelas yang tajam, terjerat lekat pada antena tipi yang tak pernah habis tawarkan ilusi.

Desau angin di batas temaram tak juga putus asa. Bangkitkan energi layang-layang untuk kembali terbang ke atas awan. Mengajak kembali bertarung melawan musuh yang tak juga dirundung buntung.

Layang-layang jatuh yang berkertas lusuh, hanya bisa berputar-putar acak dan sia-sia. Terkekang benang sedepa yang sepertinya trauma oleh tajamnya irisan benang gelas lawan yang tadi meranggas garang.

Tak perlu lagi berperang, bisiknya lirih tersaput ngotot angin yang membuih. Menang kalah hanyalah permainan. Tak perlu menggebu hingga lupa waktu. Menang kalah hanyalah hadiah semu. Bisa menikmati hidup dengan perilaku yang bermutu, tentulah lebih perlu.

Layang-layang adalah dolanan warisan nenek moyang. Dolanan lintas generasi yang penuh filosofi berarti. Indahnya hidup harus kita syukuri. Kompetisi tak perlu kita dramatisasi. Selalu ada mati yang tak bisa kita siasati. Titik henti yang tak bisa kita hindari.

Note:
Layang-layang sudah lama dikenal sebagai permainan tradisional anak-anak di seluruh Indonesia. Mainan ini mudah dibuat. Bahan dasarnya adalah kertas, potongan bambu kecil, dan lem. Untuk memainkannya, layang-layang diterbangkan ke angkasa dengan segulung benang gelasan yang bisa ditarik-ulur. Di angkasa layang-layang diadu. Siapa yang terlebih dulu memutuskan benang lawan, dialah pemenangnya.

Layang-layang terbang ke angkasa berkat gaya-gaya aerodinamika dari gerakan relatifnya terhadap angin. Angin relatif itu ditimbulkan oleh aliran udara alamiah atau tarikan layang-layang lewat benang penghubung. Karena populernya, bentuk layang-layang menjadi salah satu bagian dari bangun datar ilmu matematika.

Layang-layang sering dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran. Yang umum dikenal memiliki panjang diagonal 20 cm – 40 cm. Namun dalam perkembangannya, bentuk layang-layang tidak selalu segiempat. Sesuai kreativitas seseorang, layang-layang juga dibuat berbentuk lingkaran, segienam, bahkan hewan, dan sebagainya dilengkapi gambar dan warna yang semarak. Biasanya, layang-layang seperti itu merupakan daya tarik pariwisata atau benda cendera mata.

Sejak 1970-an, bentuk layang-layang selalu dimodifikasi para seniman. Ukurannya pun tidak lagi kecil tetapi sangat besar, yakni dalam bilangan meter. Bahkan tidak jarang dibuat dalam bentuk tiga dimensi sehingga harus dimainkan oleh beberapa orang sekaligus menggunakan tali tambang sebagai pengganti benang.

Namun layang-layang demikian tidak untuk diadu, dalam arti sampai memutuskan tali lawan. Layang-layang seperti itu biasanya dimainkan oleh orang-orang dewasa dan dilombakan dalam suatu festival. Di Indonesia lomba dan festival layang-layang bertaraf internasional sudah merupakan agenda tetap di sejumlah daerah, seperti Pangandaran dan Bali. Layang-layang festival dinilai berdasarkan bentuk, komposisi warna, keelokan gerak, bunyi gaungan, dan lama mengudara.

Sumber: Kaskus http://www.kaskus.us/showthread.php?p=399034285